Nonton Bareng Film Bertema Bully di SMKN 1 Sejangkung

Nonton Bareng Film Bertema Bully di SMKN 1 Sejangkung

Nonton Bareng Film Bertema Bully di SMKN 1 Sejangkung


Nonton bareng di SMKN 1 Sejangkung


Ia hanya bisa tersenyum pahit. Ketika yang lain menertawakannya, ia cuma mampu membalas dengan senyum getir. Jika gelak bibirnya dilihat oleh orang yang dewasa nan peka, mudah untuk sadar bahwa tawanya terpaksa. Terpaksa ikut tertawa ketika dirinya dihina, agar tak dianggap aneh atau baperan oleh temannya yang lain. Sebuah usaha yang lazim dilakukan remaja ketika dihadapkan pada candaan temannya yang keterlaluan.

Ketika si kawan akhirnya tak sanggup lagi dan marah, pelaku perudungan itu berkata, “aku kan bercanda!”. Itulah yang sering terucap, “aku pongah”, “cuma buat suasana cair saja” dan sebagainya. Bagi pelaku bully, ia tak bisa membedakan batasan bercanda dan menghina. Bagi pelaku bully, ia tak bisa membedakan antara tertawa lepas dan tertawa ngenes si korbannya.

Di lingkungan sekolah, bully adalah masalah utama. Banyak siswa yang putus sekolah gegara hinaan dan ejekan temannya. Usia yang seharusnya penuh tawa justru diisi oleh jiwa-jiwa yang penuh depresi. Jika kita membaca berita, tak jarang anak-anak atau remaja bunuh diri bersebab bully menahun di kelas.

Kita tak sadar bully itu nyata, karena menamakan para korbannya sebagai orang pemalu dan pemarah. Kita melihat gelombang di permukaan air tanpa tahu apa yang mengaduk-ngaduk di kedalaman. Padahal ia menjadi pendiam dan penyendiri karena ia tahu rasa sakitnya ketika muncul dan terlihat lalu menjadi korban para perudung. Padahal ia menjadi pemarah, karena muak akan perasaan sesak bersebab direndahkan dan tak dihargai sekian lama

SMKN 1 Sejangkung paham akan bahaya bully ini. Oleh karenanya, di sela-sela air pasang yang membuat class meeting tak bisa dilakukan, SMKN 1 Sejangkung menyelenggarakan kegiatan nonton bareng film Wonder pada tanggal 16 Desember 2019 kemarin. Sebuah film yang mengangkat tema bully. Film ini bercerita perjuangan seorang anak memulai sekolah dengan kelainan fisik yang dideritanya. Sejak kecil, August Pullman (Jacob Tramblay) lahir dengan kelainan di wajahnya. Di film ini, emosi kita akan diaduk-aduk mengamati perjalanan berat tokoh utamanya menjalani sekolah di bawah tatapan orang-orang yang mengganggapnya aneh.

Belajar tak perlu selalu di kelas. Ada kalanya, kita hanya perlu membuka mata dan telinga, dan belajar dari pengalaman orang lain. Semoga dengan diputarnya film ini, membuat siswa-siswa SMKN 1 Sejangkung lebih peduli dan peka dengan bahaya perilaku bully di sekolah.

Berbagi